Selasa, 07 April 2015

Terus terang, setiap kesempatan anak saya, Akhtar, akan berangkat pondok pesantren pendidikan saya sering miris melihat beban tas sekolahnya yang ukuran. Berbeda dengan hamba waktu SD lepas, buku yang mesti dibawa ke madrasah oleh anak abdi memang lebih banyak. Untuk satu pelajaran aja bisa empat surat berkala. Padahal dulu, aku paling banyak membawa 2 buku setiap pelajaran. Buku paket & ulangan di simpan di lemari inang. Saya semakin sedih dengan kondisi ini, apalagi mulai tahun anutan baru ini Akhtar masuk pukul 10 pagi. Artinya, saya tidak bisa mengantarnya dengan mobil di sekolah. Sehingga, Akhtar harus menggendong tasnya itu dari bait ke sekolah yang relatif jauh. Sanggup 60 menit dgn angkutan umum. Kesudahannya saya harus menguras otak memilih tas sekolah anak murah yang bukan mencederai punggung budak saya atau sebagai ‘bom penyakit’ dalam masa mendatang. Ini pun tidak barang-kali dilakukan, karena anak saya biasanya agak pilih-pilih dengan tas sekolahnya. Kalau sengketa corak, saya dapat mengerti. Tapi kalau sudah model, hamba harus memberi kilah. Menurut saya, tamsil tas yang dipilih harus sesuai secara usia, aktivitas dan postur tubuh anak. Untuk anak beta yang masih berusia dibawah 10 tahun saya sudah mendiamkan harus model tas ransel. Karena tas ransel siap menyeimbangkan dengan bagus beban isi tas. Tas model terkimbang-kimbang tidak akan saya rekomendasika digunakan untuk tas anak sekolah karena tanggungan tas akan bertumpu pada satu bahu. Karena beban tas anak sebaiknya bukan melebihi dari 10% berat anak untuk usia 10 tahun kebawah, saya lazimnya memilih tas anak yang berbobot rendah. Saya hindari tas yang banyak perut logam serta kantong-kantong yang tidak perlu. Biasanya anak-anak cenderung mengisi kantong-kantong tas secara barang-barang yang sedianya tidak diperlukan. Standar tas sekolah budak saya pun disesuaikan dengan tingginya. Mudah-mudahan tidak membuat bani saya ribet, luhur tas sekolah pun saya ukur semoga tidak melebihi pesek tubuh. Saya mengarahkan anak saya mendayagunakan pengatur kait lama pendeknya agar tas yang dibawanya selalu nyaman. Untuk menutupi beban tas, beta terkadang ikut menjajaki barang yang dibawanya. Tempat pensil yang berat, sebaiknya diganti yang lebih mudah. Anak ellaki umumnya cenderung membawa pertunjukan ke sekolah. Beta biasanya membatasinya. Demi pula bekal reguk, jika di madrasah bisa membelinya, sepatutnya tidak dimasukkan di dalam tas. Belum lama ini, hamba berkunjung ke Bangkok dan bertemu dgn produsen tas Minmie, SS Production. Abdi mengira produknya cuma untuk anak perempuan. Ternyata saya khilaf. Mereka memberikan oleh-oleh berupa tas sekolah untuk anak hamba. Coraknya cowok sungguh! Ketika saya sampaikan kepada Akhtar, dia sangat suka. Padahal, biasanya Akhtar cuma suka tas berwarna klab sepakbola. Menurutnya, tasnya itu ringan tapi kuat. Untunglah, saya jadi tak ribet lagi memisah-misahkan tas di tahun ajaran baru ini. referensi: http://lilybutik.com http://id.wikipedia.org/wiki/Tas

Terus terang, setiap kesempatan anak saya, Akhtar, akan berangkat pondok pesantren pendidikan saya sering miris melihat beban tas sekolahnya yang ukuran. Berbeda dengan hamba waktu SD lepas, buku yang mesti dibawa ke madrasah oleh anak abdi memang lebih banyak. Untuk satu pelajaran aja bisa empat surat berkala. Padahal dulu, aku paling banyak membawa 2 buku setiap pelajaran. Buku paket & ulangan di simpan di lemari inang.

Saya semakin sedih dengan kondisi ini, apalagi mulai tahun anutan baru ini Akhtar masuk pukul 10 pagi. Artinya, saya tidak bisa mengantarnya dengan mobil di sekolah. Sehingga, Akhtar harus menggendong tasnya itu dari bait ke sekolah yang relatif jauh. Sanggup 60 menit dgn angkutan umum.

Kesudahannya saya harus menguras otak memilih tas sekolah anak murah yang bukan mencederai punggung budak saya atau sebagai ‘bom penyakit’ dalam masa mendatang. Ini pun tidak barang-kali dilakukan, karena anak saya biasanya agak pilih-pilih dengan tas sekolahnya. Kalau sengketa corak, saya dapat mengerti. Tapi kalau sudah model, hamba harus memberi kilah.

Menurut saya, tamsil tas yang dipilih harus sesuai secara usia, aktivitas dan postur tubuh anak. Untuk anak beta yang masih berusia dibawah 10 tahun saya sudah mendiamkan harus model tas ransel. Karena tas ransel siap menyeimbangkan dengan bagus beban isi tas. Tas model terkimbang-kimbang tidak akan saya rekomendasika digunakan untuk tas anak sekolah karena tanggungan tas akan bertumpu pada satu bahu.

Karena beban tas anak sebaiknya bukan melebihi dari 10% berat anak untuk usia 10 tahun kebawah, saya lazimnya memilih tas anak yang berbobot rendah. Saya hindari tas yang banyak perut logam serta kantong-kantong yang tidak perlu. Biasanya anak-anak cenderung mengisi kantong-kantong tas secara barang-barang yang sedianya tidak diperlukan.



Standar tas sekolah budak saya pun disesuaikan dengan tingginya. Mudah-mudahan tidak membuat bani saya ribet, luhur tas sekolah pun saya ukur semoga tidak melebihi pesek tubuh. Saya mengarahkan anak saya mendayagunakan pengatur kait lama pendeknya agar tas yang dibawanya selalu nyaman.

Untuk menutupi beban tas, beta terkadang ikut menjajaki barang yang dibawanya. Tempat pensil yang berat, sebaiknya diganti yang lebih mudah. Anak ellaki umumnya cenderung membawa pertunjukan ke sekolah. Beta biasanya membatasinya. Demi pula bekal reguk, jika di madrasah bisa membelinya, sepatutnya tidak dimasukkan di dalam tas.

Belum lama ini, hamba berkunjung ke Bangkok dan bertemu dgn produsen tas Minmie, SS Production. Abdi mengira produknya cuma untuk anak perempuan. Ternyata saya khilaf. Mereka memberikan oleh-oleh berupa tas sekolah untuk anak hamba. Coraknya cowok sungguh!

Ketika saya sampaikan kepada Akhtar, dia sangat suka. Padahal, biasanya Akhtar cuma suka tas berwarna klab sepakbola. Menurutnya, tasnya itu ringan tapi kuat. Untunglah, saya jadi tak ribet lagi memisah-misahkan tas di tahun ajaran baru ini.

referensi:
http://lilybutik.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Tas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar