Jumat, 14 Agustus 2015

Puas Jalan-jalan pada Pulau Pari

Langit pada Kepulauan Seribu tambah kelabu. Aku terapung-apung dan kelelahan. Kakiku pun lemas. Karena merasa tak sanggup lebih lama lalu berada di larutan, maka aku mohon segera naik di perahu. Ough! Kala kembali duduk ranggi di perahu, pertama terasa dinginnya badanku. Sementara teman-teman lainnya masih asyik terapung, aku mencoba mengawetkan beberapa kegiatan mereka dari atas kano sambil mengeringkan badan.

Setelah puas menyelami indahnya perairan pada sekitar paket wisata pulau pari kepulauan seribu, satu persatu temanku mulai kembali ke perahu. Kupikir pecacal akan segera kembali ke homestay, ternyata tidak. Kami kembali diajak mengitari Pulau lainnya yang katanya tidak jauh dibanding tempat kami snorkeling. Pulau Tikus. Sekilas, pantai Pulau Tikus tampak tidak terlalu indah. Bukan pasir putih yang terhampar, melainkan banyak kerikil besar di sekelilingnya. Ditambah dengan dahan-dahan pohon tua yang tak berdaun, membuat Pulau Tikus tampak agak angker. Oya, kami sempat merupakan beberapa bintang samudra yang terdampar di pinggir pantai. Gecul!



Saat kami sampai di Pulau Tikus, tak lama kemudian datang beberapa perahu wisatawan lainnya. Kelihatannya Pulau Tikus betul2 menjadi salah satu jadwal yang wajib dikunjungi oleh para wisatawan Pulau Pari. Aktivitas sesiangan ini sempurna menguras tenaga. Oleh sebab itu marilah kita tambah ke rumah. Sehat, beristirahat, dan bersiap untuk barbeque setelah malam. Barbeque pertama akan dimulai pada pukul 8 silam, tapi perut aku sudah keroncongan tak karuan. Kami juga segera menjelajah Pulau dengan berjalan sagang, berharap ada yang menjual makanan. Sungguh! Dan kami medapati warung mi instant. Hehehe lumayanlah guna mengganjal perut. Mi instan dengan telur rebus, ditemani teh manis hangat. Parak pukul 8 malam kami diajak pergi ke lokasi barbeque. Ternyata hidangan makan malam kami sudah disiapkan. Nasi putih serta ikan bakar beraneka rupa, kami santap diatas selembar tikar yang dihamparkan pada atas pasir. Gas malam yang sedang kencang, sayup-sayup lagu dangdut di bait penduduk, menemani abdi makan malam. Kaum grup wisatawan dengan "berpiknik" tidak jauh dari kami, terlihat bernyanyi-nyanyi bersama sementara diiringi alunan gitar.

Waktu sudah menunjukkan sekitar jam 9 malam, tapi buah hati melewatkan malam rambang. Aku dan yang lain iseng berjalan di salah satu dermaga yang panjang sekali. Akan rasanya sekali tengah merasakan membelah lautan. Jalan yang kulalui tidak terlalu mulus, banyak pondasi dengan nyaris rubuh dengan demikian kami harus melompat beberapa kali. Tiba di ujung sandaran, wuuz, angin silam yang bertiup terasa lebih keras merangsang dada. Aku yang duduk diujung sandaran melihat laut yang tampak kehitaman, tetapi jernih. Hening! Sewaktu-waktu hanya terdengar taklimat riak air. Samudra sangat tenang & nyaris tidak ada ombak. Di kejauhan beta melihat ada kira-kira titik cahaya secara mungkin berasal dibanding perahu nelayan. Semua lama aku terjungkal disana, tidak mengerjakan apa-apa. Hanya memperlakukan laut yang sesekali menghantam dinding cerocok di bawah kakiku. Semakin malam, udara laut semakin pasik. Jaket yang kupinjam dari temanku, siapa tahu belum cukup melindungiku.

referensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar