Salah satu yang teguh menjadi wujud “pertengkaran” merupakan dipersyaratkannya SKA dan SKT dalam tingkatan konstruksi. SKA adalah Sertifikat Keahlian Kerja, dengan kata kunci “ahli”. Namun SKT diartikan sebagai Sertifikat Keterampilan Kerja beserta kata kunci “Terampil”. Masing-masing kubu baik pengguna dan penyedia suudzon-nya serius.

Penyedia mengibaratkan PPK mempersyaratkan SKA serta SKT guna salah satu cara untuk menuntaskan paket bagi penyedia tertentu. Apesnya pokja yang terantuk getahnya. Pada setiap saluran diskusi dengan teman-teman penyedia selalu selalu pokja yang dipersalahkan olehkarena itu mempersyaratkan jasa pembuatan skt yang cenderung berlebihan. Sementara itu ini tanggungjawab PPK.
PPK juga guna perwakilan pengguna beralasan bahwa penyedia rutin hanya meminjam meminjam daya yang mempunyai SKA/SKT. Maka itu jika mempersyaratkan personil yang ber-SKA/SKT yang minimal mau berdampak di dalam pekerjaan.
Meskipun dalam sesungguhnya dugaan-dugaan seperti ini benar adanya, namun kudu kita pahami bersama, tanda ini kudu kita perangi bersama. Kondisi ini tidak makmur bagi metode pengadaan barang/jasa kita.
PPK sebagai penanggungjawab pelaksanaan tingkatan dalam meningkat spesifikasi mesti menetapkan kehendak kualitas dan kuantitas personil sesuai menggunakan kompleksitas tingkatan.
Pokja guna pelaksana penetapan, dimana di dalam dokumen penentuan salah satu komponen utamanya ialah spesifikasi personil inti yang ditetapkan PPK, juga tentu melakukan riset ulang. Di dalam kaji kembali pokja pantas mengingatkan PPK agar pada menetapkan ponten dan pembawaan personil serasi dengan kepelikan pekerjaan.
Penyedia juga guna partner supremasi harus terus mengupgrade kompetensinya. Dengan berbuat rekrutmen atau pembinaan pembawaan SDM yang dimiliki, sebaiknya dalam pelaksanaan pekerjaan bukan hanya mengoyak profit namun, juga mengobarkan profesionalisme. Kepemilikan tenaga yang bersertifikat elok disisi spesialisasi dan/atau spesialisasi adalah struktur profesionalisme penyedia.

Kembali mendapatkan pertanyaan tersangkut batasan kuantitas dan kualitas personil kunci yang mengarungi SKA dan/atau SKT di dalam satu Paket pekerjaan pengertian. Pada intinya adalah disesuaikan dengan kekusutan pekerjaan.
Bagi paket-paket yang bersifat tipikal dimana keruwetan pekerjaan semuanya ditentukan per nilai provisional unsur yang lain cateris paribus atau merayu sama/tetap. Member dapat melihat pada pengertian yang dikenakan Permen PU 8/2011, mengenai Pembagian Subklasifikasi dan Subkualifikasi Usaha Servis Konstruksi lampiran 3 Nilai Usaha Pendidik Konstruksi, untuk menentukan subkualifikasi berdasarkan kompetensi penyedia pengatur konstruksi.
Daripada sini bisa dilihat lalu secara ponten dan pembawaan SKA/SKT tiada pembatasan. Tapi dari sosok batas bagi nilai Paket dapat disimpulkan bahwa dalam kualifikasi jual beli kecil (K) dengan prestise paket perbuatan s/d 2, 5 Milyar, standar minimalnya adalah Penanggungjawab Teknik 1 orang yang memiliki SKT. Untuk tolok ukur disesuaikan pada grade perhitungan paket. SKA baru disyaratkan apabila ada pekerjaan elektrikal yang benar-benar memerlukan keahlian.
Sedangkan SKA non elektrikal baru dipersyaratkan untuk Paket dengan perhitungan diatas 2, 5 Milyar atau Paket usaha non kecil. & pemilik SKA harus tersisih dengan Pencedok badan jual beli. Dengan istilah lain direktur maskapai tidak sanggup menjadi tenaga ahli sekali lalu untuk Paket usaha non kecil.
Demikian sekedar perenungan, silakan didiskusikan lebih mendalam.
referensi:
http://ska-skt.co.id
https://id.wikipedia.org/wiki/Konstruksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar