Minggu, 21 Februari 2016

Wirausaha Peti Mati Masih Menjanjikan

Usaha yang dijalankan sama Bapak dan ibu mertua sejak tahun 80-an yaitu penyediakan peti mati dan perlengkapannya. Laksana kain mori, kapas, minyak wangi, sabun, sampo, kapur barus, kemenyan, lilin, untai, jarum, paku, keranjang bunga, kertas suci (untuk memperindah keranjang), berma (untuk duaja tanda terdapat orang meninggal), nisan, kipas, kendi-anglo. Selain itu pun menyediakan air mineral 240 ml, gula-gula, rokok serta sapu tangan.

Pertama kali peti mati datang dari pengrajin, tetangga bapak/ibu senggang kaget olehkarena itu barusan muda ipar tenggat itu sedang batita masuk rumah linu. Ternyata datangnya peti mati tidak ada hubungannya pada sakitnya adi mas ipar.



Kebetulan di rumah mertua dan sekitarnya belum ada yang menyediakan sangu semacam hal itu. Bisa dibilang usaha yang ada belum terdapat saingannya.

Walakin, berbisnis Cargo Jenazah memang pantas sabar, jadi stand-by 24 jam. Tahu sendiri tidak, orang tenang tidak mampu diduga waktunya. Bisa pagi, siang, petang, tengah malam atau dini hari. Rata-rata orang yang membeli peti mati sebagai sosok suruhan personelnya itu-itu selalu alias ajeg. Misalnya tatkala dusun A yang sahaja ditugasi membeli peti didefinisikan sebagai Pak Bejo, di nagari B kiranya Mas Paijo dan berikutnya. Sampai-sampai bapak/ibu mertua hapal, kalau yang membeli peti Pak Bejo berarti yang meninggal orang-orang dusun A.

Bapak/ibu mertua harus beres 24 jam. Saya pula biar pernah positif mereka melayani pembeli peti mati dan perlengkapannya tengah silam. Yang lebih membuat bapak/ibu sabar didefinisikan sebagai kadang-kadang klien tidak membawa uang sepeser pun. Agaknya ada orang yang mengeluh sudah malam-malam membangunkan manusia tidur, e... masih ngutang lagi. Akan tetapi ternyata bapak/ibu tidak sempat mengeluh. Syukurlah bisa sehat mereka itung-itung sedekah saat, hehe.

Umumnya kalau ada yang mengambil peti tetapi belum memapah uang, ahli waris daripada orang yang meninggal atas golongan bukan mampu. Setelah bayarnya setelah membuka amplop sumbangan daripada para pelayat.



Menurut karya bapak/ibu mertua belum terselip sejarahnya pemesan yang ngutang lalu ngemplang (nunda-nunda pembayaran sampai ditagih-tagih) bahkan melarikan diri tidak meruncit. Semua membalas, hanya waktunya saja yang mundur.

Setelah bapak/ibu mertua meninggal, tenggang ini dilanjutkan adik ipar. Sebelum adi mas ipar mewarisi usaha itu, dia serta isterinya mengulak kotak kotak yang belum diberi kain saten. Setelah itu peti-peti itu dibungkus lampit saten sedemikian rupa. Lalu dijual ke ibu mertua. Setelah pokok meninggal, muda ipar disetori oleh pengrajin siap jual. Ada peti berkain saten putih & peti ukir-ukiran.

Pernah unik saat, tahun 2006-an, abdi juga ingin berbisnis peti mati dengan mencarter kios. Ternyata yang memiliki rumah (sudah tua, pernah sakit stroke) stress dan kemudian jatuh sakit. Uang sewa yang sudah biasa saya sodorkan, oleh anaknya dikembalikan serta beliau menunang maaf soalnya kiosnya tdk diijinkan jika untuk menawarkan peti mati, hingga sekarang saya kadang kala tersenyum lamun ingat kasus tersebut.

Tidak berhasil menyewa kios, saya gak menyerah begitu saja. Saya ingin membuka jual beli ini tatkala rumah. Ternyata ibu tas saya menggempur. Kalau aku bersikeras menjalani usaha tersebut, artinya ibu sudah tidak mungkin menjumpai saya serta menjenguk cucunya. Haha, ternyata ibu aku juga waham.

Namanya juga rejeki, sudah biasa ada yang mengatur. Sering-sering seminggu, tiada penjualan peti mati. Tetapi pada lain zaman, sehari mampu laku tiga buah peti. Pagi, terang atau malam bahkan sekali-sekali waktunya sinkron.

referensi:
http://www.Peti-Mati.com

https://id.wikipedia.org/wiki/Bisnis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar