Di terminal Kampung Rambutan, terlihat beberapa pemuda-pemudi
dengan tas punggung warna-warni hanyut bercengkerama. Salah satunya
merupakan saya. Kami merindukan bus malam dengan akan membawa kita ke
pelabuhan Merak. Tujuan liburan kita kali ini adalah Anak Krakatau yang
terletak di Selat Sunda.
Masih banyak secara menyebutnya sebagai paket wisata gunung krakatau, padahal Krakatau sudah meletus beserta hebatnya pada tahun 1883 hingga meruntuhkan kurang lebih 36. 000 jiwa. Saat tersebut, seluruh dunia diselimuti suasana yang gelap dan mencekam. Talun letusannya terdengar terlintas 4600 kilometer jauhnya, semburan debu vulkaniknya mencapai 80 meter dan muntahan karang vulkaniknya berhamburan ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia & Selandia Baru.
Dari sisi sejarawan, Gunung Krakatau pun masih punya "ibu" yaitu Gunung Krakatau Purba (Gunung Batuwara) yang saat meletus memisahkan darat Jawa dan Sumatera. Tepi-tepi kawah Krakatau Purba dikenal dengan Pulau Rakata, Darat Panjang dan Pulau Sertung.
Kami enyah menuju pelabuhan Merak dari terminal Kampung Rambutan dengan bertambah bus yang ongkosnya 17. 000 yen (sebelum bbm naik) pukul 23. 50 dan tiba getok 4. 10 subuh. Tungpeng selaku presiden rombongan langsung mengantarkan kami semua ke loket kapal ASDP dan menyeberang ke Bakauheuni, Lampung.
Selama 2, 5 beker perjalanan laut, aku hanya duduk berolok-olok di dek bahtera sambil makan cemilan dan menikmati hembusan angin laut. Saking asyiknya, tidak terasa langit sudah terbuka dan tahu-tahu bahtera sudah tiba pada Lampung.
Turun dari kapal, kami saksama mencari angkot buat disewa ke dermaga Canti, tempat dimana kami akan dijemput oleh kapal tiang mengeksplor kawasan Anak Krakatau. Karena lapar, kami sempat dingin di tengah-tengah pengembaraan untuk makan cepat di sebuah warung nasi dan lanjut jalan lagi.

Matahari belum tinggi begitu kami tiba dalam dermaga Canti. Beker menunjukkan pukul tujuh. 40. Terlihat bahtera kayu yang aku sewa sudah merindukan.
Harga sewa kulit kayu ini sekitar 2-2. 5 juta per kapal beserta maksimal penumpang 20 orang. Ketika diberitahu bahwa nanti pada perjalanan menuju Pulau Sebesi (tempat aku menginap) kami hendak snorkeling di kerajaan Pulau Sebuku, semua langsung bergegas di kamar mandi & berganti baju renang. Sehingga ketika kami sampai di Sebuku, semuanya siap nyebuuuuuurrrr....
Berpapasan dengan warga lokal yang lumayan menyeberang dari Sebesi menuju Dermaga Canti. Motor juga diangkutnya pakai kapal ini. Saking ramahnya itu melambaikan tangan.
Pada bermain air dalam Sebuku yang biru, kapal bertolak menyatroni pulau Sebesi. Kita langsung diantarkan di guest house milik Pemerintah daerah dan dibagi dua kamar, perempuan dan cowo. Satu kamar sanggup menampung 10-20 manusia dengan tarif 200 ribu per malam. Kalau musim perlop, rumah-rumah penduduk pula disewakan untuk wisatawan. Oh ya, listrik hanya hidup mulai jam 06. 00 sore hingga 00. 00 WIB.
Masih banyak secara menyebutnya sebagai paket wisata gunung krakatau, padahal Krakatau sudah meletus beserta hebatnya pada tahun 1883 hingga meruntuhkan kurang lebih 36. 000 jiwa. Saat tersebut, seluruh dunia diselimuti suasana yang gelap dan mencekam. Talun letusannya terdengar terlintas 4600 kilometer jauhnya, semburan debu vulkaniknya mencapai 80 meter dan muntahan karang vulkaniknya berhamburan ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia & Selandia Baru.
Dari sisi sejarawan, Gunung Krakatau pun masih punya "ibu" yaitu Gunung Krakatau Purba (Gunung Batuwara) yang saat meletus memisahkan darat Jawa dan Sumatera. Tepi-tepi kawah Krakatau Purba dikenal dengan Pulau Rakata, Darat Panjang dan Pulau Sertung.
Kami enyah menuju pelabuhan Merak dari terminal Kampung Rambutan dengan bertambah bus yang ongkosnya 17. 000 yen (sebelum bbm naik) pukul 23. 50 dan tiba getok 4. 10 subuh. Tungpeng selaku presiden rombongan langsung mengantarkan kami semua ke loket kapal ASDP dan menyeberang ke Bakauheuni, Lampung.
Selama 2, 5 beker perjalanan laut, aku hanya duduk berolok-olok di dek bahtera sambil makan cemilan dan menikmati hembusan angin laut. Saking asyiknya, tidak terasa langit sudah terbuka dan tahu-tahu bahtera sudah tiba pada Lampung.
Turun dari kapal, kami saksama mencari angkot buat disewa ke dermaga Canti, tempat dimana kami akan dijemput oleh kapal tiang mengeksplor kawasan Anak Krakatau. Karena lapar, kami sempat dingin di tengah-tengah pengembaraan untuk makan cepat di sebuah warung nasi dan lanjut jalan lagi.

Matahari belum tinggi begitu kami tiba dalam dermaga Canti. Beker menunjukkan pukul tujuh. 40. Terlihat bahtera kayu yang aku sewa sudah merindukan.
Harga sewa kulit kayu ini sekitar 2-2. 5 juta per kapal beserta maksimal penumpang 20 orang. Ketika diberitahu bahwa nanti pada perjalanan menuju Pulau Sebesi (tempat aku menginap) kami hendak snorkeling di kerajaan Pulau Sebuku, semua langsung bergegas di kamar mandi & berganti baju renang. Sehingga ketika kami sampai di Sebuku, semuanya siap nyebuuuuuurrrr....
Berpapasan dengan warga lokal yang lumayan menyeberang dari Sebesi menuju Dermaga Canti. Motor juga diangkutnya pakai kapal ini. Saking ramahnya itu melambaikan tangan.
Pada bermain air dalam Sebuku yang biru, kapal bertolak menyatroni pulau Sebesi. Kita langsung diantarkan di guest house milik Pemerintah daerah dan dibagi dua kamar, perempuan dan cowo. Satu kamar sanggup menampung 10-20 manusia dengan tarif 200 ribu per malam. Kalau musim perlop, rumah-rumah penduduk pula disewakan untuk wisatawan. Oh ya, listrik hanya hidup mulai jam 06. 00 sore hingga 00. 00 WIB.
referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar