Bencana alam, seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, banjir,
dll. hendak terus terjadi di Indoensia karena terselip puluhan gunung
buatan yang aktif di seluruh Indonesia, kecuali Pulau Kalimantan.
Salah musibah yang berdampak luas terhadap kehidupan merupakan letusan gunung berkobar. Letusan gunung berapi merusak tanaman, palawija dan tanaman mersik, di areal cengkaman awan panas & lahar dingin.
Kerugian yang dialami petani sangatlah besar sebab tanaman rusak & beberapa tahun ke depan mereka juga kesulitan bercocok-tanam sebab lahan yang diselimuti debu, batu-batu besar, dan material unik yang dibawa lahar dingin.
Di sebelah lain Kekeringan timbul lagi persoalan yaitu karyawan tani yang sebagai bagian integral mulai pertanian kehilangan mata pencaharian. Kondisi ini tidak dikaitkan dengan perburuhan karena ada anggapan kuli adalah orang-orang yang bekerja formal dalam pabrik.
Padahal, karyawati adalah orang-orang yang bekerja dengan kesudahan upah.
Celakanya, karyawati yang tidak formal gak mendapat upah sesua dengan kebutuhan. Pada perburuhan formal biasa upah minimum separatisme (UMR), sedangkan karyawati tadi tidak menerima UMR.
Untuk menghujat dampak buruh letusan gunung berapi merupakan memindahkan atau merelokasi penduduk ke wilayah yang tidak termasuk jangkauan awan panas serta lahar dingin.
Ini artinya lahan tersebut yang ditanami dgn palawija dan tanaman keras tidak terhindar dari risiko rusak karena awan demam dan lahar sirap.
Untuk itulah diperlukan program yang sanggup mengatasi risiko kebinasaan tanaman dan kekurangan mata pencaharian. “Asuransi dapat melindungi petani atas kerugian karena keburukan tanaman dan kemudaratan penghasilan, ” tanda Drs Syafri Butir, AAIK (HC), pendidik di Sekolah Semampai Manajemen Asuransi Trisaksi (STMA Trisakti) Jakarta.
Ide untuk mengatasi dampak bencana alam, seperi tsunami, gempa bumi & letusan gunung bernyala sudah pernan diajukan oleh Dewan Asuransi Indonesia (DAI) dalam awal tahun 2000-an. Tapi, “Pemerintah maju-mundur, ” kata Syafri.
Rupanya, premi asuransi bencana akan ditanggung oleh pemerintah. Itulah yang menjadi pertanyaan besar.
Tapi, lamun saja pemerintah ingin melindungi masyarakat, paling utama masyarakat yang terantuk dampak bencana alam, tentulah dana bantuan toleran (bansos) yang tersebar mulai dari yang dianggarkan di Kementerian Toleran RI sampai ke APBD di rezim provinsi, kabupaten dan kota.
Celakanya, tidak sedikit kasus terjadi terhadap dana bansos tersebut karena dijadikan serupa objek ‘bancakan’ korupsi berjamaah.
Setelah penderitaan demi bencana terjadi tetap saja pokok DAI tidak menelan tanggapan yang konklusif dari pemrintah, bagus pusat maupun lingkungan.
Akibatnya, masyarakat yang terdampak bencana menyekat masa-masa sulit karena mereka hanya mewujudkan bantuan di pengungsian.
Menurut Syafri tersedia dua objek dengan bisa diasuransikan yaitu: (1) kerugian karena tanaman rusak, serta (2) kerugian karena kehilangan pekerjaan.
Salah musibah yang berdampak luas terhadap kehidupan merupakan letusan gunung berkobar. Letusan gunung berapi merusak tanaman, palawija dan tanaman mersik, di areal cengkaman awan panas & lahar dingin.
Kerugian yang dialami petani sangatlah besar sebab tanaman rusak & beberapa tahun ke depan mereka juga kesulitan bercocok-tanam sebab lahan yang diselimuti debu, batu-batu besar, dan material unik yang dibawa lahar dingin.
Di sebelah lain Kekeringan timbul lagi persoalan yaitu karyawan tani yang sebagai bagian integral mulai pertanian kehilangan mata pencaharian. Kondisi ini tidak dikaitkan dengan perburuhan karena ada anggapan kuli adalah orang-orang yang bekerja formal dalam pabrik.
Padahal, karyawati adalah orang-orang yang bekerja dengan kesudahan upah.
Celakanya, karyawati yang tidak formal gak mendapat upah sesua dengan kebutuhan. Pada perburuhan formal biasa upah minimum separatisme (UMR), sedangkan karyawati tadi tidak menerima UMR.
Untuk menghujat dampak buruh letusan gunung berapi merupakan memindahkan atau merelokasi penduduk ke wilayah yang tidak termasuk jangkauan awan panas serta lahar dingin.
Ini artinya lahan tersebut yang ditanami dgn palawija dan tanaman keras tidak terhindar dari risiko rusak karena awan demam dan lahar sirap.
Untuk itulah diperlukan program yang sanggup mengatasi risiko kebinasaan tanaman dan kekurangan mata pencaharian. “Asuransi dapat melindungi petani atas kerugian karena keburukan tanaman dan kemudaratan penghasilan, ” tanda Drs Syafri Butir, AAIK (HC), pendidik di Sekolah Semampai Manajemen Asuransi Trisaksi (STMA Trisakti) Jakarta.
Ide untuk mengatasi dampak bencana alam, seperi tsunami, gempa bumi & letusan gunung bernyala sudah pernan diajukan oleh Dewan Asuransi Indonesia (DAI) dalam awal tahun 2000-an. Tapi, “Pemerintah maju-mundur, ” kata Syafri.
Rupanya, premi asuransi bencana akan ditanggung oleh pemerintah. Itulah yang menjadi pertanyaan besar.
Tapi, lamun saja pemerintah ingin melindungi masyarakat, paling utama masyarakat yang terantuk dampak bencana alam, tentulah dana bantuan toleran (bansos) yang tersebar mulai dari yang dianggarkan di Kementerian Toleran RI sampai ke APBD di rezim provinsi, kabupaten dan kota.
Celakanya, tidak sedikit kasus terjadi terhadap dana bansos tersebut karena dijadikan serupa objek ‘bancakan’ korupsi berjamaah.
Setelah penderitaan demi bencana terjadi tetap saja pokok DAI tidak menelan tanggapan yang konklusif dari pemrintah, bagus pusat maupun lingkungan.
Akibatnya, masyarakat yang terdampak bencana menyekat masa-masa sulit karena mereka hanya mewujudkan bantuan di pengungsian.
Menurut Syafri tersedia dua objek dengan bisa diasuransikan yaitu: (1) kerugian karena tanaman rusak, serta (2) kerugian karena kehilangan pekerjaan.
referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar